Jumat, 20 Desember 2019

HUKUM PERIKATAN


 Istilah Perikatan dan Definisi Perikatan

Istilah Perikatan berasal dari bahasa belanda verbintenis. Namun demikian dalam kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan Verbintenis. Subekti dan Tjiptosudibjo, menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan  persetujuan untuk Overeenkomst. Dengan demikian, verbentesis ini dikenal memiliki tiga istilah di Indonesia yaitu :

  • ·         Perikatan

  • ·         Perutangan

  • ·         Perjanjian

Sedangkan untuk overeenkomst dipakai untuk dua  istilah yaitu perjanjian dan persetujuan. Jadi jika berhadapan  dengan  istilah  verbintenis  dan  overeenkomst,  haruslah berusaha menjawab pengertian apakah  yang tersimpul dalam istilah tersebut. Secara terminologi,  verbintenis berasal dari kata  kerja verbinden yang artinya mengikat. Dengan demikian verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan.

Hukum Perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun demikian dalam bab III KUH Perdata  tersebut tidak ada satu pasal pun yang merumuskan makna tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan “perikatan” dalam Buku III KUH Perdata mempunyai arti yang lebih luas dari "perjanjian", sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang Sama sekali tidak  bersumber pada suatu persetutujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari  pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).  Tetapi  sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. 

Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata perikatan diartikan sebagai hubungan hukum yang terjadi di  antara 2 (dua) orang  atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan  di mana pihak yang satu  berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Subekti  dalam  bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.

Hukum Islam merniliki istilah sendiri tentang perikatan, yaitu 'aqdun atau akad. Adapun  akad sendiri mempunyai beberapa pengertian. Menurut pendapat para ulama ahli Fiqh, bahwa akad  adalah sesuatu yang dengannya akan sempurna perpaduan antara dua macam kehendak, baik  dengan kata atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul ketentuan/kepastian pada dua sisinya. Perkataan aqdu mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu apabila seorang mengadakan janji , kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut, serta menyatakan suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, sehingga terjadilah perikatan dua buah janji dari orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dan yang lain, yang kemudian disebut perikatan.

Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perikatan meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam perikatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan tertulis. Kaidah hukum perikatan tertulis adalah kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Kaidah hukum perikatan tidak tertulis adalah kaidah hukum perikatan yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).  
  • Adanya subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, manusia dan badan hukum. Subjek hukum dalam hukumperikatan terdiri dari kreditor dan debitor.  Kreditor adalah orang atau badan hukum yang berhak atas prestasi, sedangkan debitor adalah orang atau badan hukum yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
  • Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditor dan kewajiban debitor.
  • Dalam bidang kekayaan. Harta kekayaan adalah menyangkut hak dan kewajiban yang mempunyai nilai uang.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas 18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan masing masing bab dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam Buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini:
  • Perikatan pada umumnya (pasal 1233-1312 KUH Perdata). Hal yang diatur dialamnya meliputi sumber perikatan, prestasi, penggantian biaya rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan dan jenis-jenis perikatan.
  • Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313-1351 KUH Perdata). Hal yang diatur di dalamnya adalah ketentuaan umum, syarat sahnya perjanjian, akibat perjanjian, dan penafsiran perjanjian.
  •  Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH Perdata).
  •  Hapusnya perikatan (pasal 1381-1456 KUH Perdata).
  • Jual beli (pasal 1457-1540 KUH Perdata). Meliputi ketentuan umum, kewajiban penjual, kewajiban pembeli, hak membeli kembali, jual beli piutang, dan lain-lain.
  • Tukar menukar (pasal 1541-1546 KUH Perdata).
  • Sewa menyewa (pasal 1548-1600 KUH Perdata).
  • Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601-1617 KUH Perdata).
  •  Persekutuan (pasal 1618-1652 KUH Perdata).
  • Perkumpulan (pasal 1653-1665 KUH Perdata).
  • Hibah (pasal  1666-1693 KUH Perdata).
  •  Penitipan barang (pasal 1694-1739 KUH Perdata).
  • Pinjam pakai (pasal 1740-1753 KUH Perdata).
  • Pinjam-meminjam (pasal 1754-1769 KUH Perdata).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar