Istilah Perikatan dan Definisi Perikatan
Istilah
Perikatan berasal dari bahasa belanda verbintenis. Namun demikian dalam
kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan Verbintenis.
Subekti dan Tjiptosudibjo, menggunakan
istilah perikatan untuk verbintenis dan
persetujuan untuk Overeenkomst. Dengan
demikian, verbentesis ini dikenal memiliki tiga istilah di Indonesia
yaitu :
- · Perikatan
- · Perutangan
- · Perjanjian
Sedangkan
untuk overeenkomst dipakai untuk dua
istilah yaitu perjanjian dan persetujuan. Jadi jika berhadapan dengan
istilah verbintenis dan overeenkomst, haruslah berusaha menjawab pengertian
apakah yang tersimpul dalam istilah
tersebut. Secara terminologi, verbintenis
berasal dari kata kerja verbinden
yang artinya mengikat. Dengan demikian verbintenis menunjuk kepada
adanya ikatan atau hubungan.
Hukum
Perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun demikian dalam bab III KUH
Perdata tersebut tidak ada satu pasal pun
yang merumuskan makna tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan “perikatan”
dalam Buku III KUH Perdata mempunyai arti yang lebih luas dari
"perjanjian", sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan
hukum yang Sama sekali tidak bersumber
pada suatu persetutujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul
dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal
perikatan yang timbul dari pengurusan
kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi
sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan yang timbul dari
persetujuan atau perjanjian.
Dalam
Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata perikatan diartikan sebagai hubungan hukum yang
terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan
harta kekayaan di mana pihak yang
satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Subekti
dalam bukunya Pokok-Pokok
Hukum Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.
Hukum
Islam merniliki istilah sendiri tentang perikatan, yaitu 'aqdun atau
akad. Adapun akad sendiri mempunyai
beberapa pengertian. Menurut pendapat para ulama ahli Fiqh, bahwa akad adalah sesuatu yang dengannya akan sempurna
perpaduan antara dua macam kehendak, baik
dengan kata atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul
ketentuan/kepastian pada dua sisinya. Perkataan aqdu mengacu pada
terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu apabila seorang mengadakan janji ,
kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut, serta menyatakan suatu
janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, sehingga terjadilah perikatan
dua buah janji dari orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dan yang
lain, yang kemudian disebut perikatan.
Unsur-unsur
yang tercantum dalam hukum perikatan meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam perikatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan tertulis. Kaidah hukum perikatan tertulis adalah kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Kaidah hukum perikatan tidak tertulis adalah kaidah hukum perikatan yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).
- Adanya subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, manusia dan badan hukum. Subjek hukum dalam hukumperikatan terdiri dari kreditor dan debitor. Kreditor adalah orang atau badan hukum yang berhak atas prestasi, sedangkan debitor adalah orang atau badan hukum yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
- Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditor dan kewajiban debitor.
- Dalam bidang kekayaan. Harta kekayaan adalah menyangkut hak dan kewajiban yang mempunyai nilai uang.
Hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas 18 bab dan 631
pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan masing masing bab dibagi
menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam Buku III KUH Perdata, meliputi
hal-hal berikut ini:
- Perikatan pada umumnya (pasal 1233-1312 KUH Perdata). Hal yang diatur dialamnya meliputi sumber perikatan, prestasi, penggantian biaya rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan dan jenis-jenis perikatan.
- Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313-1351 KUH Perdata). Hal yang diatur di dalamnya adalah ketentuaan umum, syarat sahnya perjanjian, akibat perjanjian, dan penafsiran perjanjian.
- Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH Perdata).
- Hapusnya perikatan (pasal 1381-1456 KUH Perdata).
- Jual beli (pasal 1457-1540 KUH Perdata). Meliputi ketentuan umum, kewajiban penjual, kewajiban pembeli, hak membeli kembali, jual beli piutang, dan lain-lain.
- Tukar menukar (pasal 1541-1546 KUH Perdata).
- Sewa menyewa (pasal 1548-1600 KUH Perdata).
- Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601-1617 KUH Perdata).
- Persekutuan (pasal 1618-1652 KUH Perdata).
- Perkumpulan (pasal 1653-1665 KUH Perdata).
- Hibah (pasal 1666-1693 KUH Perdata).
- Penitipan barang (pasal 1694-1739 KUH Perdata).
- Pinjam pakai (pasal 1740-1753 KUH Perdata).
- Pinjam-meminjam (pasal 1754-1769 KUH Perdata).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar