1. Asas konsensualisme (kesepakatan).
Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang mulutnya, artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan dan sebagainya. Tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari pada yang diperjanjikan.
2. Asas pacta sunt servada
Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah :
- Pertama, istilah “semua perjanjian” berarti bahwa pembentuk Undang-Undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Seiain itu juga mengandung suatu asas partij autonomie.
- Kedua, istilah “secara sah” artinya bahwa pembentuk Undang-Undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai Undang-Undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum.
- Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan.
Selain ketiga asas diatas, dalam lokakarya hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman tanggal 17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional yaitu asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatuhan, asas kebiasaan dan asas perlindungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar